قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Q.S. 3:13)
Syaikh Wahbah az-Zuhaily rahimahullaah memberi penjelasan tentang frase ra’yu ‘l-‘ayn: dengan mata kepala penuh keyakinan. Mereka semua ‘tertipu’ oleh indra mereka, yang benar-benar mengantarkan pada keyakinan yang keliru tentang jumlah musuhnya.
Ibnu Katsir rahimahullah menghadirkan dua versi penjelasan terhadap frase ini. Selain yang senada dengan Wahbah Az-Zuhaily di atas, juga bahwa kaum muslimin melihat jumlah pasukan dua kali lipat, dan ini benar adanya, sesuai fakta. Bukan fatamorgana.
Demikianlah, fatamorgana itu jelas ada. Dalam peperangan, emosi jiwa biasanya memang sedang dilanda ‘swing-mood’ yang mempengaruhi keakuratan indra.
Fatamorgana ini juga dimunculkan Allah subhana wa ta’aala mengikutkan ayat yang lebih dulu menyebutkan betapa harta dan anak-anak bukan jadi pertanda seseorang akan selamat di akhirat. Kuatnya kecintaan pada harta dan anak-anak ini juga dapat membuat jiwa dilanda ‘swing-mood‘ yang mempengaruhi keakuratan indra dan pola pikir yang membawa pada kesimpulan yang diyakini sepenuhnya tapi hakikatnya salah dan menyesatkan.
Frase “qad kaana” menunjukkan penekanan yang sangat serius tentang dalam dan pentingnya pelajaran dalam ayat ini.
Fatamorgana biasanya muncul di siang terik, atau melanda musafir yang kehausan. Juga dalam situasi di mana seseorang tidak stabil jiwanya. Mereka melihat jelas di sana ada air, tapi ketika tiba, ternyata tidak ada sama sekali. Lelah sudah berjalan, dengan penuh keyakinan, ternyata yang menunggu mereka hanyalah juga kekeringan.
Dalam ilmu psikologi, penyakit-penyakit mental juga bisa muncul karena suatu trigger yang mengguncang jiwa. Obat paling ampuh adalah mengembalikan jiwa berpasrah sepenuhnya kepada Sang Pencipta-nya, ikhlas, yang ini berarti butuh kepada penataan dan pembinaan kembali aqidah. Kondisi jiwa dan mental tidak berhenti pada sebatas pengetahuan saja, wawasan saja, teori-teori saja, yang tidak sampai masuk terinternalisasi dalam setiap relung dan sel darah yang mengalir.
Kaum muslimin tentu juga merasakan hati yang berdebar di medan Perang Badar itu. Tapi mereka berangkat dari aqidah yang salim. Iman yang dibangun di atas hujjah yang nyata. Ini mencegah jiwa yang berdebar-debar memunculkan fatamorgana yang menyesatkan. Mereka mampu untuk tetap stabil dalam gerak langkah mereka dan sampai pada kemenangan.
Orang-orang kontemporer yang menjauh dari ajaran-ajaran Penciptanya, niscayalah sangat mudah diombang-ambingkan fatamorgana kehidupan. Wal ‘iyadz billaah.
والله أعلم